
Kemenag Gagas Asosiasi Ahli Falak Asia Tenggara
UIN Walisongo Online, Malaysia – Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) Kementerian Agama (Kemenag) menggagas pembentukan Southeast Asian Association of Islamic Astronomers (SAAIA) atau Asosiasi Ahli Falak Asia Tenggara. Deklarasi resmi digelar di Klana Resort, Seremban, Negeri Sembilan, Malaysia, Rabu (23/7/2025), bertepatan dengan 28 Muharam 1447 H.
Pembentukan asosiasi ini menjadi tonggak bagi penguatan kerja sama keilmuan falak Islam di kawasan Asia Tenggara. SAAIA diharapkan menjadi platform profesional dan ilmiah yang mampu mempertemukan para ahli falak lintas negara, berbagi riset, serta menyusun standar bersama dalam penentuan kalender hijriah dan fenomena astronomi keislaman.
Direktur Jenderal Bimas Islam Kemenag, Abu Rokhmad menegaskan, pembentukan SAAIA bukan hanya respons atas dinamika penentuan awal bulan kamariah, tetapi juga wujud tanggung jawab Indonesia dalam memimpin penguatan ilmu falak di kawasan.
“Asia Tenggara memiliki dinamika sosial keagamaan yang khas. Kita perlu ruang kolaborasi yang ilmiah, inklusif, dan berorientasi pada kemaslahatan umat. SAAIA hadir sebagai wadah persatuan sekaligus pusat keunggulan falak Islam regional,” ujarnya.
Abu menjelaskan, deklarasi ini dihadiri perwakilan ahli falak dan lembaga keagamaan dari Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura. Mereka sepakat membangun kerja sama regional, menjadi platform pertukaran informasi dan hasil riset, meningkatkan pemahaman publik tentang falak Islam, serta mendorong riset dan publikasi akademik berkelanjutan.
“Ini bukan sekadar organisasi simbolik. SAAIA akan bergerak dengan mandat yang jelas, yaitu menyatukan standar ilmiah falak, memperkuat jaringan riset, dan membuka akses pendidikan falak Islam bagi generasi muda,” imbuhnya.
Menurut Abu, ilmu falak bukan hanya teknis astronomi, tetapi juga memiliki dimensi ibadah, hukum, dan budaya. Karena itu, pengembangan falak Islam harus memadukan pendekatan ilmiah, fiqh, dan sosial. “Falak adalah simpul pertemuan antara sains dan syariat. Ini yang perlu kita rawat bersama,” tegasnya.
Dalam struktur awal, SAAIA dipimpin Ahmad Izzudin dari Indonesia sebagai Ketua Umum. Posisi Wakil Ketua diamanahkan kepada Mohd Saiful Anwar bin Mohd Nawawi dari Malaysia. Sementara posisi sekretaris dipegang Shahril Azwan bin Hussin, dengan H. Ismail Fahmi sebagai wakilnya. Dirjen Bimas Islam, Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Arsad Hidayat, dan Da’to Mohd Zambri bin Zainuddin dari Malaysia dipercaya sebagai penasihat.
“Ini menunjukkan komitmen bersama bahwa keilmuan falak harus lintas batas negara. Kita tidak lagi bicara sekat administratif, tetapi orientasi regional dan global,” kata Abu.
Ia menilai, forum kawasan seperti SAAIA penting untuk menjawab tantangan perbedaan penetapan awal bulan hijriah. Dengan kerja sama ilmiah, perbedaan dapat dikelola lebih bijak dan harmonis. “Kalender hijriah tak hanya soal tanggal, tapi soal persatuan umat. SAAIA akan berperan mereduksi jarak pemahaman itu,” jelasnya.
Abu menambahkan, ke depan SAAIA akan menggelar pelatihan, seminar ilmiah, serta publikasi hasil riset falak secara berkala. “Kami ingin menjadikan Asia Tenggara sebagai center of excellence falak Islam, yang hasilnya bisa dirujuk dunia Islam,” paparnya.
Selain agenda ilmiah, SAAIA juga akan mendorong digitalisasi data falak, pengembangan perangkat lunak rukyat, serta penyusunan panduan edukasi falak yang mudah diakses publik. “Generasi muda perlu dikenalkan falak bukan hanya untuk ibadah, tapi juga sebagai bagian dari warisan intelektual Islam yang relevan dengan sains modern,” tegasnya.
Guru Besar UIN Walisongo, Semarang itu mengatakan, Kemenag siap menjadi motor penggerak SAAIA. “Indonesia memiliki pengalaman panjang dalam sidang isbat, integrasi hisab dan rukyat, serta dinamika sosial yang kaya. Pengalaman ini akan kita bagikan untuk penguatan falak Asia Tenggara,” katanya.
Lebih lanjut, Abu berharap agar asosiasi ini menjadi jembatan persatuan umat Islam di kawasan. Ilmu falak, katanya, tidak boleh dipisahkan dari misi ukhuwah.

“Dengan bersatu dalam keilmuan, kita bisa lebih bijak dalam mengelola perbedaan dan membangun harmoni. Deklarasi ini menandai langkah maju kolaborasi ilmiah-keagamaan kawasan. Dengan SAAIA, Asia Tenggara diharapkan tidak hanya menjadi konsumen keilmuan falak global, tetapi juga produsen gagasan dan standar yang diakui dunia,” pungkasnya.